Pendahuluan
Kejadian luka bakar sering terjadi di kehidupan sehari hari di masyarakat. Mengalami kejadian cedera panas adalah salah satu yang paling merusak fisik dan luka psikologis seseorang dan mengalami penderitaan yang amat sangat . Lebih dari 2 juta luka-luka akibat luka bakar yang memerlukan perhatian medis setiap tahun di Amerika Serikat, dengan 14.000 kematian akibat. Kebakaran di rumah bertanggung jawab atas hanya 5% dari cedera bakar tapi untuk luka bakar 50% dari kematian-paling karena inhalasi asap. Sekitar 75.000 pasien memerlukan rawat inap setiap tahun, dan 25.000 dari mereka tetap dirawat di rumah sakit selama lebih dari bulan 2 tingkat keparahan dari sakit yang terkait dengan cedera ini.
Anatomi dan Fisiologi dari Kulit
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh, berkisar antara 0,25 dari bayi dan 1,8 m2 pada orang dewasa. Ini terdiri dari dua lapisan: epidermis dan dermis (corium). Sel-sel terluar dari epidermis adalah sel mati cornified yang bertindak sebagai pelindung tangguh terhadap lingkungan. Lapisan kedua tebal, yang corium (0,06-0,12 mm), terdiri terutama dari jaringan ikat berserat. corium berisi pembuluh darah dan saraf ke kulit dan epitel pelengkap fungsi khusus. Ujung saraf yang memediasi sakit hanya ditemukan di corium, sebagian-ketebalan cedera mungkin sangat menyakitkan, sedangkan luka bakar ketebalan penuh biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.
Corium adalah penghalang yang mencegah hilangnya cairan tubuh oleh penguapan dan hilangnya panas tubuh berlebih. kelenjar keringat membantu mempertahankan suhu tubuh dengan mengendalikan jumlah air yang menguap. Mereka juga mengeluarkan sejumlah kecil natrium klorida dan kolesterol dan jejak albumin dan urea. corium ini dihubungkan dengan ujung saraf sensoris yang menengahi sensasi sentuhan, tekanan, rasa sakit, panas, dan dingin. Ini adalah mekanisme perlindungan yang memungkinkan seorang individu untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan fisik.
Kulit menghasilkan vitamin D, yang disintesis oleh aksi sinar matahari pada senyawa tertentu intradermal kolesterol. Kulit juga bertindak sebagai pelindung terhadap infeksi dengan mencegah penetrasi jaringan subdermal oleh mikroorganisme.
Kedalaman Luka Bakar
Kedalaman luka bakar berpengaruh signifikan terhadap semua kejadian klinis selanjutnya. kedalaman mungkin sulit untuk menentukan dan dalam beberapa kasus tidak diketahui sampai setelah penyembuhan spontan terjadi atau ketika eschar akan dihapus dan jaringan granulasi terlihat.
Luka bakar diklasifikasikan sebagai derajat pertama, kedua, dan derajat ketiga, namun saat ini penekanan pada penyembuhan luka bakar telah menyebabkan klasifikasi sebagai luka bakar parsial-tebal, yang sembuh secara spontan, dan luka bakar ketebalan penuh, yang memerlukan pencangkokan kulit.
Penggolongan grade atau derajat luka pada pasien ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut :
Luka derajat I :
- Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis
- Kulit kering terlihat eritem
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung – ujung saraf teriritasi
- Penyembuhan terjadi secara sepontan dalam waktu 5 – 10 hari.
Luka derajat II :
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai reaksi eksudasi
- Dijumpai bulae
- Nyeri pada ujung – ujung saraf sensoris teriritasi
- Dasar luka berwarna pucat atau merah, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal
Dibedakan atas 2 (dua) :
1. Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea masih
utuh.
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10 – 14 hari
2. Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan
Luka bakar derajat III :
- Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
- Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kalenjar keringat, kalenjar sebasea mengalami kerusakan
- Tidak dijumpai bulae
- Kulit yang terbakar berwarna abu – abu dan pucat. Karena kering,letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, karena ujung – ujung saraf sensorik mengalami kerusakan / kematian
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka
Derajat I hanya melibatkan epidermis dan ditandai dengan eritema dan perubahan mikroskopis kecil; kerusakan jaringan minimal, fungsi pelindung dari kulit utuh, edema kulit minimal, dan efek sistemik jarang terjadi. Nyeri, gejala utama, biasanya menyelesaikan dalam 48-72 jam, dan penyembuhan terjadi spontan. Dalam 5-10 hari, pada epitel kulit yang rusak dalam skala kecil, tanpa meninggalkan bekas luka residual. Penyebab paling umum luka bakar tingkat pertama adalah overexposure sinar matahari dan panas yang singkat.
Derajat kedua luka bakar atau ketebalan parsial yang lebih dalam, melibatkan seluruh epidermis dan beberapa corium tersebut. Sistemik tingkat keparahan luka bakar dan kualitas penyembuhan berikutnya secara langsung berhubungan dengan jumlah corium rusak. luka bakar superfisial sering ditandai dengan pembentukan blister, sedangkan ketebalan lebih parsial-luka bakar memiliki penampilan kemerahan atau lapisan dermis nonviable keputihan tegas melekat pada jaringan yang layak tersisa. Lepuh, saat ini, terus meningkat dalam ukuran pada periode postburn sebagai partikel osmotik aktif dalam cairan melepuh menarik air. Komplikasi yang langka dari luka bakar tingkat dua yang dangkal, yang biasanya sembuh dengan jaringan parut yang minimal dalam 10-14 hari kecuali mereka menjadi terinfeksi.
Luka bakar yang dalam sembuh selama 25-35 hari dengan epitel meliputi rapuh yang timbul dari epitel terluka sisa kelenjar keringat dalam kulit dan rambut. jaringan parut hipertrofik parah terjadi ketika seperti menyembuhkan cedera; yang meliputi epitel yang dihasilkan cenderung terik dan kerusakan. evaporative kehilangan setelah penyembuhan tetap tinggi dibandingkan dengan kehilangan di kulit normal. Konversi dengan ketebalan penuh terbakar oleh bakteri umum. Pencangkokan kulit luka bakar kulit dalam, jika memungkinkan, meningkatkan kualitas fisiologis dan tampilan penampang kulit.
Luka bakar seluruh tebal (tingkat tiga) memiliki karakteristik putih, penampilan seperti lilin dan dapat muncul dengan mata yang tak terlatih sebagai kulit terbakar. Burns disebabkan oleh kontak yang terlalu lama, dengan keterlibatan jaringan lemak dan mendasarinya, mungkin cokelat, merah tua, atau hitam. Temuan diagnostik luka bakar ketebalan penuh adalah kurangnya sensasi di kulit terbakar, kurangnya isi ulang kapiler, dan tekstur kulit yang seperti kulit normal. Semua elemen epitel rusak, sehingga tidak ada potensi untuk reepithelialisasi.
Penentuan Tingkat Keparahan Akibat Cedera
Cara untuk menentukan luas luka bakar yang terkena:
A. WALLACE
B. RULE OF NINE
Kepala 9% ------------------- 9%
Lengan 9% ------------------- 18%
Badan depan ------------------- 18%
Badan belakang ------------------ 18%
Tungkai 18% ------------------ 36%
Genitalia/perineum ----------------- 1%
JUMLAH-------------- 100%
Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori penderita :
1. luka bakar berat atau kritis
a. derajat II – III > 40%
b. derajat III pada muka, tangan dan kaki
c. adanya trauma pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
d. luka bakar listrik
e. disertai trauma lainnya (misalnya fraktur costae, dll)
2. Luka bakar sedang
a. derajat II 15 – 40 %
b. derajat III < 10 % kecuali muka, tangan dan kaki
3. luka bakar ringan
a. derajat II < 15%
B. derajat III < 2%
Adapun menurut American Burn Association, kriteria berat rinfannya luka bakar dibagi menjadi :
1. Luka bakar ringan
- LB derajat II < 15%
- LB derajat II < 10% pada anak anak
- LB derajat III < 1%
2. Luka bakar sedang
- LB derajat II 15-25% ( Dewasa)
- LB derajat II 10-20% ( Anak anak )
- LB derajat III < 10%
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intarvaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang tterbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal setelah 8 jam.
Pada kebakaran pada ruang tertutup atau bila luka terjadi di daerah wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat pula terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran nafas atas dan kontaminasi di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini baisanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kassa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasi (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik, akibatnya luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis hingga jaringan yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksik kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin menggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik yang jelek.
Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi akan berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stres atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Yang dikhawatirkan pada tukak curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah, sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan yang berat. Jadi prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.
Penyakit dan kematian berkaitan dengan ukuran (luas permukaan) dan kedalaman luka bakar, usia dan keadaan kesehatan sebelum korban, lokasi luka bakar, dan beratnya cedera yang terkait, jika ada-terutama cedera paru-paru.
Luas permukaan total tubuh yang terlibat dalam luka bakar yang paling akurat ditentukan dengan menggunakan grafik yang berhubungan dengan usia yang dirancang oleh Lund dan Browder. Satu set grafik ini harus diisi untuk setiap luka bakar pasien pada saat masuk dan resusitasi dimulai.
Sebuah perhitungan yang teliti dari persentase total tubuh luka bakar berguna untuk beberapa alasan. Pertama, ada kecenderungan klinis umum untuk meremehkan dan melebih-lebihkan ukuran luka bakar dan dengan demikian beratnya. The American Burn Association telah mengadopsi indeks keparahan luka bakar. Kedua, prognosis secara langsung berkaitan dengan tingkat cedera. Ketiga, keputusan tentang siapa yang harus diperlakukan dengan khusus luka bakar fasilitas atau dikelola sebagai pasien rawat jalan adalah sebagian didasarkan pada estimasi ukuran luka bakar.
Pasien di bawah umur 2 tahun dan usia 60 ke atas memiliki tingkat kematian secara signifikan lebih tinggi untuk tingkat tertentu terbakar. Tingkat kematian yang lebih tinggi pada bayi hasil dari sejumlah faktor. Pertama, luas permukaan tubuh pada anak-anak relatif terhadap berat badan jauh lebih besar dari pada orang dewasa. Oleh karena itu, luka bakar luas permukaan sebanding memiliki dampak fisiologis yang lebih besar pada anak. Kedua, ginjal belum matang dan hati tidak memungkinkan untuk memindahkan beban yang terlarut tinggi dari jaringan yang terluka atau pemulihan yang cepat dari dukungan gizi yang memadai. Ketiga, meningkatkan kekebalan tubuh tidak lengkap dikembangkan sistem kerentanan terhadap infeksi. Berhubungan dengan kondisi seperti penyakit jantung, diabetes, dan paru obstruktif kronik secara akan memperburuk prognosis pada pasien terutama usia lanjut.
Luka bakar yang melibatkan tangan, wajah, kaki, atau perineum akan mengakibatkan cacat permanen jika tidak diobati. Pasien dengan luka bakar seperti itu harus selalu dirawat di rumah sakit, sebaiknya ke pusat terbakar. Kimia dan luka bakar listrik atau yang melibatkan saluran pernapasan yang selalu jauh lebih luas daripada yang terlihat pada pemeriksaan awal. Oleh karena itu, masuk rumah sakit diperlukan dalam kasus-kasus juga.
Patologi dan Patofisiologi
Mikroskopik dari luka bakar pada prinsipnya nekrosis koagulasi. Di bawah jaringan yang jelas hangus ada tiga zona yang berbeda. pertama adalah zona koagulasi dengan tidak ada aliran darah kapiler. Tingkat keparahan ditentukan oleh suhu dan lama pemaparan. Sekitarnya adalah zona stasis, ditandai dengan aliran darah kapiler lambat. Meskipun rusak, jaringan belum digumpalkan. Stasis dapat terjadi lebih awal atau terlambat. Menghindari cedera tambahan dari gosokan atau dehidrasi dapat mencegah perubahan stasis dari berkembang dan dalam cara mencegah perpanjangan kedalaman luka bakar. Pencegahan oklusi vena penting karena dapat menyebabkan trombosis dan infark di zona ini. Zona ketiga adalah "hiperemia," yang merupakan respons peradangan biasa dari jaringan sehat untuk cedera mematikan.
Sebuah kehilangan cairan intravaskuler cepat dan protein terjadi melalui kapiler panas-luka. Kehilangan volume terbesar dalam 6-8 jam pertama, dengan integritas kapiler kembali ke normal 36-48 jam. Selain itu, ada peningkatan tekanan osmotik edema interstisial yang menonjolkan itu. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah sementara di juga terjadi di jaringan tak terbakar, mungkin sebagai akibat dari rilis awal mediator vasoaktif. Namun, edema yang berkembang di jaringan nonburned selama resusitasi tampaknya karena sebagian besar ke hypoproteinemia ditandai disebabkan oleh hilangnya protein ke dalam luka bakar sendiri. Penurunan umum dalam energi sel dan membran potensial terjadi sebagai akibat dari penurunan perfusi jaringan awal. Hal ini menyebabkan pergeseran natrium ekstraseluler dan air ke dalam ruang intraselular, yang pada gilirannya akan meningkatkan kebutuhan cairan. Proses ini juga dikoreksi sebagai stabilitas hemodinamik dipulihkan. Asap inhalasi nyata meningkatkan ketidakstabilan hemodinamik, kebutuhan cairan, dan tingkat kematian.
Respon Metabolisme Tubuh Untuk Luka Bakar & Metabolisme Tambahan
Respon metabolik awal tampaknya diaktifkan oleh sitokin properadangan dan oksidan gilirannya. Sekresi katekolamin, kortisol, glukagon, renin-angiotensin, hormon antidiuretik, dan aldosteron juga meningkat. Respon awal, energi disediakan oleh pemecahan glikogen disimpan dan oleh proses glikolisis anaerobik.
Sebuah hipermetabolisme mendalam terjadi pada periode postburn, ditandai dengan peningkatan tingkat metabolisme yang mendekati dua kali lipat dari tingkat dasar pada luka bakar parah. Tingkat respon adalah proporsional dengan derajat cedera, dengan dataran tinggi yang terjadi saat luka bakar melibatkan sekitar 70% dari total permukaan tubuh. Yang memulai dan melestarikan faktor adalah mediator peradangan, khususnya sitokin dan endotoksin. Ditambahkan menekankan lingkungan seperti sakit, pendinginan, dan sepsis meningkatkan hipermetabolisme wajib.
Dalam periode minggu pertama postburn, tingkat metabolisme (atau panas produksi) dan konsumsi oksigen semakin meningkat dari saat ini tingkat normal selama resusitasi dan tetap tinggi sampai luka tertutup. Mekanisme patofisiologi khusus tetap belum bisa diketahui secara pasti, tetapi meningkat dan kuatnya sekresi Katekholamin dan kehilangan panas berlebihan evaporasi dari luka bakar adalah faktor utama, sehingga meningkatkan sirkulasi endotoksin dari luka atau usus.
Jumlah Kehilangan evaporasi air dari luka dapat mencapai 300 mL/m2/h (normal adalah sekitar 15 mL/m2/h). Ini menghasilkan kehilangan panas dari sekitar 580 kcal/L air menguap. Usaha Menutupi luka bakar dengan membran kedap, untuk pengganti kulit yang rusak, mengurangi hipermetabolisme tersebut. Demikian pula, dengan menempatkan pasien dalam sebuah lingkungan yang hangat, di mana konveksi dan kehilangan bercahaya panas diminimalkan, sehingga mengurangi laju metabolisme. Menempatkan pasien dalam lingkungan unwarmed (suhu ruang pada atau di bawah 27 ° C) menonjolkan kehilangan panas dan nyata meningkatkan hipermetabolik . Tingkat beredar terus menerus merangsang meningkatnya katekolamin secara berlebihan glukoneogenesis dan pemecahan protein. Protein katabolisme, intoleransi glukosa, dan ditandai kehilangan berat badan hasil total.
Dukungan pemberian nutrisi agresif bersama dengan cepat menutup luka dan kontrol nyeri, stres, dan sepsis merupakan usaha yng harus dilakukan untuk mengurangi hypermetabolic negara. Penggunaan agen anti-inflamasi selektif mungkin manfaat di masa depan.
Faktor Imunologi Pada Luka Bakar
Sejumlah kelainan kekebalan pada pasien luka bakar predisposisi infeksi. Serum IgA, IgM, dan IgG sering depresi, mencerminkan fungsi sel B tertekan. Cell-mediated imunitas atau fungsi sel T juga terganggu, seperti yang ditunjukkan oleh survival berkepanjangan homografts dan xenografts. Penurunan produksi interleukin-2 karena mediator yang beredar dapat bertanggung jawab. Kelebihan aktivitas sel T penekan terlihat pada pasien sangat terbakar, dan tingkat aktivitas telah ditemukan untuk menjadi alat ukur yang baik akhirnya sepsis dan kematian.
Aktivitas PMN chemotactic ditekan. Ini telah disebabkan oleh beberapa faktor penghambat untuk beredar dilepaskan dari luka bakar. Penurunan chemotaxis mendahului bukti sepsis klinis oleh beberapa hari. Penurunan konsumsi oksigen dan membunuh bakteri terganggu juga telah didemonstrasikan di PMNs. membunuh Tertekan mungkin karena penurunan produksi hidrogen peroksida dan superoksida; ini telah ditunjukkan oleh penurunan aktivitas PMN chemiluminescent dalam luka bakar pasien.
Penanganan Luka Bakar
Resusitasi Akut
Luka bakar pasien harus dinilai dan diperlakukan seperti pasien dengan trauma besar. Prioritas pertama adalah untuk memastikan saluran udara yang memadai. Jika ada kemungkinan bahwa menghirup asap telah terjadi-seperti yang disarankan oleh paparan terhadap kebakaran di ruang tertutup atau luka bakar pada wajah, nares, atau bagian atas badan-gas darah arteri dan saturasi oksigen hemoglobin arteri dan tingkat carboxyhemoglobin harus diukur dan oksigen harus diberikan.
Intubasi endotrakeal dilakukan jika pasien semicomatose, telah luka bakar mendalam pada wajah dan leher, atau dinyatakan menderita luka parah. Intubasi harus dilakukan pada awal semua kasus diragukan, karena tertunda intubasi akan sulit untuk mencapai dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan edema faring atau cedera saluran napas atas, dan trakeostomi darurat dapat menjadi diperlukan kemudian dalam keadaan sulit. Jika luka bakar melebihi 20% dari luas permukaan tubuh, kateter kemih harus dimasukkan untuk memonitor urin output. Sebuah besar-menanggung kateter intravena harus dimasukkan, sebaiknya ke pembuluh darah perifer besar. Ada tingkat komplikasi yang signifikan dengan penggunaan garis sentral dalam luka bakar pasien karena peningkatan risiko infeksi.
Luka bakar yang parah ditandai oleh kehilangan besar cairan intravaskuler, yang terbesar selama 8-12 jam pertama. Fluida kehilangan terjadi sebagai akibat dari permeabilitas kapiler diubah, hipoproteinemia parah, dan pergeseran natrium ke dalam sel. Kedua pergeseran cairan berkurang secara signifikan sebesar 24 jam postburn. paru-paru yang tampaknya cukup baik dilindungi dari proses awal edema, dan edema paru jarang selama periode resusitasi kecuali ada cedera inhalasi dilapiskan.
Awalnya suatu larutan garam isotonik kristaloid diinfuskan untuk mengimbangi hilangnya volume plasma ke dalam ruang extravascular dan hilangnya cairan ekstraselular lebih lanjut ke dalam ruang intraselular. Solusi Ringer Lactat digunakan umumnya tingkat yang sedang didikte oleh output urin, pulsa (karakter dan tingkat), keadaan kesadaran, dan, pada tingkat lebih rendah, tekanan darah. Urin output harus dijaga pada 0,5 mL / kg / jam dan pulsa di 120 denyut / menit atau lebih lambat.
Swan-Ganz kateter dan pusat jaringan tekanan vena jarang diperlukan kecuali dalam hal menghirup asap cedera parah atau kecuali pasien menderita penyakit yang cukup cardiopulmonary sehingga pemantauan yang akurat tentang status volume akan sulit tanpa pengukuran tekanan atau kecuali mengisi defisit dasar gigih hadir, yang menunjukkan gangguan perfusi lanjutan. Diperkirakan bahwa jumlah yang diperlukan Ringer lactated dalam 24 jam pertama untuk resusitasi yang memadai adalah sekitar 3-4 mL / kg berat badan per persen luka bakar tubuh. Ini adalah jumlah cairan yang dibutuhkan untuk memulihkan diperkirakan defisit natrium. Setidaknya setengah dari fluida diberikan dalam 8 jam pertama karena kehilangan volume yang lebih besar awal. Telah ditunjukkan bahwa pasien dapat secara memadai menghidupkan kembali dengan cairan lebih sedikit dan, pada gilirannya, edema kurang jika larutan garam hipertonik digunakan sebagai ganti larutan Ringer Laktat. Perhatian utama dengan larutan garam hipertonik telah kemudahan dengan sebuah beban garam yang berlebihan dapat diberikan. Natrium serum harus dimonitor dengan hati-hati untuk menghindari melebihi nilai dari 160 meq / L. Penghentian dari larutan garam hipertonik dan kembali ke ringer laktat dibutuhkan jika hal ini terjadi. Mengandung solusi dekstrosa tidak digunakan pada awalnya karena intoleransi glukosa awal diinduksi stres.
Meskipun pentingnya memulihkan tekanan osmotik koloid dan protein plasma juga diakui, waktu infus koloid tetap agak bervariasi. Plasma protein yang biasanya tidak diresapi sampai setelah kebocoran plasma awal di jaringan nonburned mulai menurun. Hal ini biasanya terjadi sekitar 4-8 jam postburn. Penambahan infus protein untuk regimen pengobatan setelah periode ini akan mengurangi kebutuhan cairan dan-dalam sangat muda atau pasien tua dan pada pasien dengan luka bakar besar (lebih dari 50% permukaan tubuh)-akan meningkatkan stabilitas hemodinamik.
Setelah cairan intravena dimulai dan tanda-tanda vital stabil, lukanya harus didebridemen semua kulit longgar dan kotoran. Untuk menghindari hipotermia parah, debridemen paling baik dilakukan dengan melengkapi satu area tubuh sebelum memperlihatkan detik. Sebuah alternatif lain adalah dengan menggunakan pemanas seri overhead, yang akan mengurangi kehilangan panas. air dingin yang sangat baik analgesik pada luka bakar dangkal kecil, namun tidak boleh digunakan untuk luka bakar yang lebih besar karena risiko hipotermia. Nyeri terbaik dikendalikan dengan menggunakan infus daripada narkotika intramuskular. Tetanus toksoid, 0,5 mL, harus diberikan pada pasien dengan luka bakar yang signifikan.
Periode Post-Recucitaion
Terapi cairan intravena selama 24 jam kedua harus terdiri dari glukosa dalam larutan garam hipotonik untuk mengganti kehilangan menguapkan dan protein plasma untuk mempertahankan volume sirkulasi yang memadai. evaporative kehilangan cukup besar dan akan terus sampai luka sembuh atau telah dicangkokkan. Perkiraan kehilangan ini dalam mililiter per jam tiba di sebagai berikut:
• Pengobatan harus bertujuan untuk mengurangi rangsangan Katekholamin berlebihan dan menyediakan cukup kalori untuk mengimbangi efek hypermetabolism tersebut. Hipotermia, nyeri, dan kecemasan semua harus agresif dikendalikan. Hipovolemia harus dicegah dengan memberikan cairan yang cukup untuk menebus kehilangan tubuh.
• Dukungan nutrisi harus dimulai sedini mungkin dalam periode postburn untuk memaksimalkan penyembuhan luka dan meminimalkan defisiensi imun. Pasien dengan luka bakar tubuh moderat mungkin dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan asupan oral sukarela. Pasien dengan luka bakar yang besar selalu memerlukan kalori dan suplemen protein. Hal ini biasanya dapat dicapai dengan pemberian diet formula melalui slang kecil. Nutrisi parenteral juga kadang-kadang diperlukan, tetapi rute usus lebih disukai jika kebutuhan dapat dipenuhi dengan cara ini. Awal mengembalikan fungsi usus juga akan menurunkan translokasi bakteri usus dan kebocoran endotoksin.
• Penggunaan penisilin profilaksis pada pasien terbakar adalah kontroversial. Hal ini mungkin lebih baik untuk mengobati infeksi streptokokus pada beberapa pasien yang mendapatkan mereka daripada untuk menutup semua pasien. Antibiotik spektrum luas tidak boleh diberikan untuk profilaksis.
• Vitamin A, E, dan C dan seng harus diberikan sampai luka bakar ditutup. Dosis rendah terapi heparin mungkin memiliki beberapa keuntungan, seperti pasien amobil lain dengan cedera jaringan lunak.
Bila terjadi luka bakar berat, sehingga penatalaksanaannya sebagai berikut :
1. Terapi cairan
Tujuan untuk mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat yang dapat dipantau dari tekanan darah, nadi, pengeluaran urin, keseimbangan asam – basa, derajat kesadaran,serta hidrasi penderita.
Formula Bexter
` Hari Pertama :
Dewasa : RL 4cc x BB x % luas LB/24 jam
Anak : RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % luas LB + Kebutuhan Faali :
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 - 5 tahun : BB x 50 cc
½ Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ Diberikan 16 jam berikutnya
In the field for practical fluid therapy using the following formula:
given the degree burns II / over an area of> = 20% in children, or> = 30% in adults. The amount is based on extensive burns (% lb) and weight.
Way of providing the Child:
Plasma replacement = mm x% lb x 1 ml
Electrolyte / RL = mm x% lb x 1 ml
Glucose 5%: 0.9% NaCl, 3: 1 = insensible water loss (IWL).
BW <10 kg: 100 ml / kg
10 ± 20 kg: 50 ml / kg
> 20 kg: 20 ml / kg
The next day: plasma and electrolytes 1/2 the first day and the Stay IWL
Adults:
together with the children; only IWL
given glucose 5% as much as 2000 ml
days I, 8 ½ jampertama amount of fluid given, the remaining 16 hours. hariberikutnya average 24 hours.
2. Pembersihan dan perawatan luka
Dalam pembalutan dilakukan kompres dengan caian rivanol guna mengurangi rasa panas luka bakar dan sekaligus membersihkan sisa kotoran yang ada. Pengompresan dihentikan pada hari ke-6, selanjutnya diberikan Darmazin zalf yang dioles tipis – tipis diatas luka 2 x sehari . guna zalf ini untuk mempercepat pengeringan luka. Dalam teori pergantian perban dalam kasus luka bakar adalah 8 – 24 jam sekali atau bila basah atau berbau.
3. Pemberian TT dan ATS untuk mencegah tetanus
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder yang merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada luka bakar. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik sistemik spektrum luas. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosid yang efektif terhadap psudomonas.
5. Pemberian analgetik untuk menghindari terjadinya syok neurogenik
6. Pemasangan dawer kateter untuk mengontrol urin /jam. Diuresis penderita luka bakar sekurang – kurangnya 1 ml/ kgbb/jam untuk memonitor fungsi ginjal. Warna urin dapat digunakan untuk menentukan apakah telah terjadi lisis eritrosit akibat panas.
7. Diet tinggi kalori tinggi protein.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme dengan kadar protein tinggi.
8. Rehabilitasi
a. Posisi pasien dalam perawatan
- Siku fleksi 300
- Aksila abduksi 600
- Lipat paha abduksi 100
- lutut fleksi 100
- pergelangan kaki 900
- Jari – jari kaki saling menjauh
b. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur
9. Periksa lab anjuran
- Hb & Ht tiap 8 jam dalam 2 hari pertama dan tiap 2 hari pada 10 hari berikutnya
- Fungsi hati dan ginjal tiap minggu
- Pemeriksaan elektrolit tiap hari pada minggu pertama
- Pemeriksaan analisa gas darah bila nafas > 32 x/ menit
- Kultur jaringan pada hari I,III,IV
Kematian pada luka bakar disebabkan oleh :
1. Shock, karena kehilangan cairan
2. Kegagalan jantung
3. Sepsis, infeksi nosokomial
4. Kegagalan ginjal akut
5. komplikasi lain, seperti pneumonia
Walaupun demikian pada luka bakar patut selalu diingat bahwa luka bakar perlu pengawasan ketat terutama pada masa – masa awal hingga dua minggu.
Kematian pada pasien ini mungkin disebabkan akibat sepsis, infeksi yang terjadi dapat berasal dari beberapa faktor, antara lain infeksi nosokomia
Perawatan Luka Bakar
Dalam pengelolaan pertama dan luka bakar tingkat dua, kita harus memberikan sebagai aseptis lingkungan mungkin untuk mencegah infeksi. Namun, luka bakar superfisial umumnya tidak memerlukan penggunaan antibiotik topikal. dressing oklusif untuk mengurangi eksposur ke udara meningkatkan tingkat reepithelialization dan nyeri menurun. Jika tidak ada infeksi, luka bakar akan sembuh secara spontan.
Tujuan dalam mengelola penuh ketebalan (tingkat tiga) luka bakar adalah untuk mencegah infeksi invasif (misalnya, luka bakar sepsis), untuk membuang jaringan mati, dan untuk menutup luka dengan kulit secepat mungkin.
Semua antibiotik topikal menghambat penyembuhan luka pada tingkat tertentu dan karena itu harus digunakan hanya di dalam kedua-atau luka bakar atau luka dengan risiko tinggi infeksi.
Agen Antibakteri Topical
Agen topical telah pasti maju merawat pasien luka bakar. Meskipun luka bakar sepsis masih merupakan masalah besar, insiden lebih rendah dan tingkat kematian telah berkurang, terutama pada luka bakar kurang dari 50% dari luas permukaan tubuh. Silver sulfadiazin sekarang adalah persiapan yang paling banyak digunakan. Mafenide, perak nitrat, povidone-iodine, dan salep gentamisin juga digunakan.
Silver sulfadiazin efektif terhadap spektrum yang luas dari organisme gram-negatif dan cukup efektif dalam menembus eschar luka bakar. Sebuah leukopenia sementara sekunder untuk penekanan sumsum tulang sering terjadi dengan penggunaan sulfadiazin perak pada luka bakar besar, namun proses ini biasanya membatasi diri dan agen tidak harus dihentikan.
Mafenide menembus luka bakar eschar dan lebih kuat antibiotik, tetapi ada komplikasi lebih dengan penggunaannya. Mafenide menyebabkan rasa sakit yang cukup besar pada aplikasi di lebih dari setengah dari pasien. Ini juga merupakan inhibitor anhydrase karbonat, dan asidosis metabolik dapat mengakibatkan jika digunakan melalui area permukaan besar, terutama pada anak-anak atau orang tua. Agen ini digunakan terutama pada luka bakar sudah terinfeksi atau ketika sulfadiazin perak tidak lagi efektif dalam mengontrol pertumbuhan bakteri.
Penanganan Terbuka dan Tertutup
Ada dua metode pengelolaan luka bakar dengan agen topikal. Dalam terapi pemaparan, tidak ada perban yang diaplikasikan di atas luka setelah aplikasi dari agen untuk luka dua kali atau tiga kali sehari. Kelebihan metode ini adalah bahwa pertumbuhan bakteri tidak ditingkatkan, karena mungkin kasus di bawah tertutup saus, dan luka itu tetap terlihat dan mudah diakses. Pendekatan ini biasanya digunakan pada wajah dan kepala. Kekurangan meningkat rasa sakit dan kehilangan panas akibat luka terbuka dan peningkatan resiko kontaminasi silang.
Pada metode tertutup, sebuah occlusive dressing diaplikasikan di atas agen dan biasanya diubah dua kali sehari. Kehilangan dari metode ini adalah meningkatkan potensi pertumbuhan bakteri jika berpakaian tidak berubah dua kali sehari, terutama ketika eschar tebal hadir. Keunggulan adalah nyeri kurang, hilangnya panas yang lebih sedikit, dan kurang kontaminasi silang. Metode ditutup umumnya disukai.
Substitusi Kulit Sementaara
Kulit pengganti adalah alternatif lain untuk agen topikal untuk ketebalan-sebagian terbakar atau luka dipotong bersih. Split-ketebalan xenografts babi secara komersial tersedia dan telah mendapatkan popularitas sebagai ganti biologis yang dapat diterapkan untuk membersihkan luka-ketebalan parsial dan untuk menutupi daerah terutama dipotong ketika penyambungan harus ditunda atau ketika autografts tidak tersedia. Homografts (kulit manusia) bekerja lebih baik untuk tujuan ini tetapi sulit untuk mendapatkan. alternatif lain termasuk sejumlah pengganti kulit sintetis seperti Biobrane, membran plastik tipis yang mengurangi kehilangan air evaporasi.
Agen ini sangat efektif pada luka bakar tingkat dua. Setelah pembersihan awal dan penghapusan lecet, aplikasi langsung mencegah hilangnya cairan, melindungi terhadap infeksi, dan nyeri berhenti. Pasien dapat berjalan-jalan dengan nyaman segera. Penyembuhan yang dihasilkan dikaitkan dengan jaringan parut minimal.
Hydrotherapy
Penggunaan hidroterapi untuk manajemen luka masih kontroversial. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa sebenarnya tingkat infeksi meningkat ketika pasien direndam dalam bak mandi karena inokulasi umum burn luka dengan bakteri dari apa yang sebelumnya infeksi lokal. Hidroterapi, bagaimanapun, adalah bentuk yang sangat berguna sekali terapi fisik luka sedang dalam proses menjadi debrided dan tertutup. Mandi juga efektif untuk membersihkan luka pada pasien yang lebih stabil.
Debridement & Cangkok
Luka bakar peradangan, bahkan tanpa adanya infeksi, dapat mengakibatkan disfungsi organ dan melestarikan hipermetabolicknegara. Awal penutupan luka akan diharapkan untuk mengontrol proses ini lebih efektif. manajemen pembedahan luka bakar kini telah menjadi jauh lebih agresif, dengan debridemen operasi awal dalam beberapa hari pertama postburn daripada setelah eschar telah sloughed. Lebih cepat penutupan luka bakar jelas menurunkan tingkat sepsis dan, dalam penuh luka bakar ketebalan lebih dari 60% dari permukaan tubuh, secara signifikan menurunkan tingkat kematian. Pendekatan untuk debridemen operasi bervariasi dari luas luka bakar eksisi dan pencangkokan dalam beberapa hari cedera pada pendekatan yang lebih moderat untuk membatasi debridements menjadi kurang dari 15% dari area yang terbakar dan tidak lebih dari empat unit kehilangan darah per prosedur. Eksisi dapat dilakukan ke fasia atau sisa dermis yang layak atau lemak. Eksisi untuk fasia memiliki keuntungan yang memungkinkan untuk korupsi hampir 100% mengambil dan juga memungkinkan penggunaan grafts lebar-menyatu jika perlu. Prosedur ini dapat dilakukan pada suatu ujung, menggunakan tourniquet untuk menurunkan kehilangan darah. mesh dapat ditutupi dengan biologis rias untuk menghindari pengeringan dari luka ditemukan. Eksisi untuk jaringan yang layak, disebut sebagai eksisi tangensial, menguntungkan karena menyediakan dasar vaskular untuk mencangkok sambil mempertahankan sisa jaringan yang layak, khususnya dermis. Kehilangan darah yang substansial dalam pandangan vascularity dari dermis.
pengganti kulit tetap sekarang sedang diuji yang lebih lanjut bisa memfasilitasi penutupan luka, terutama pada luka bakar masif dengan situs donor tidak cukup. budaya autologus epitel telah diterapkan dengan beberapa keberhasilan. Tetap pengganti kulit terdiri dari kedua dermis dan epidermis telah dirancang untuk mempertahankan cakupan dan meningkatkan fungsi kulit. Keberhasilan dari pengganti kulit masih tidak pasti.
Pemeliharaan Fungsi
Pemeliharaan gerak fungsional pada pasen luka bakar sangat diperlukan untuk menghindari kekakuan pada sendi. kontraksi luka, peristiwa normal selama penyembuhan, dapat mengakibatkan contracture ekstremitas. Imobilisasi dapat menyebabkan kekakuan sendi, yang pada suatu waktu dianggap disebabkan oleh edema tapi mungkin lebih karena sakit, tidak digunakan, atau immobilisasi dressing. Contracture dari bekas luka, otot, dan tendon di seluruh sendi juga menyebabkan hilangnya gerak dan dapat berkurang dengan traksi, gerakan awal, dan tekanan didistribusikan secara langsung atas luka untuk mengurangi pembentukan bekas luka hipertrofik.
Jaringan parut sering terjadi setelah luka bakar dapat mengakibatkan kontraktur menodai dan melumpuhkan, tapi mungkin bisa dihindari dengan menggunakan splints dan elevasi untuk mempertahankan posisi fungsional sebelum okulasi. Setelah graft kulit, pemeliharaan posisi yang tepat dengan splints . Pada saat pemulihan, penerapan tekanan rias dan tekanan dan splints isoprena akan menghasilkan jaringan parut hipertrofik dan contracture kurang. Tekanan harus dipelihara dengan pakaian elastis selama minimal 6 bulan dan dalam beberapa kasus mungkin diperlukan selama setahun. Awal luka bakar kontraktur biasanya dapat ditarik dengan kekuatan ringan serta konstan.
Jika reinjury tidak terjadi, jumlah kolagen dalam bekas luka cenderung menurun. Stiff kolagen menjadi lebih lembut, dan pada permukaan datar dari tubuh, di mana reinjury dan peradangan akan dicegah, renovasi benar-benar dapat menghilangkan contracture. Namun, di sekitar sendi atau leher, kontraktur biasanya bertahan dan rekonstruksi bedah plastik sering perlu. The granulasi jaringan cepat dapat ditutup dengan cangkokan kulit, semakin kecil kemungkinan adalah kontraktur.
Komplikasi
Adanya Infeksi tetap menjadi masalah kritis dalam luka bakar, meskipun insiden tersebut telah dikurangi dengan terapi agen antibakteri topikal. budaya kuantitatif berurutan dari bakar akan muncul bila konsentrasi 105-organisme yang menentukan tingkat infeksi invasif-hadir. Budaya juga menunjukkan sensitivitas bakteri, dan ketika melewati konsentrasi bakteri 105 organisme per gram, administrasi sistemik antibiotik spesifik harus dilembagakan.
Sepsis bisa sulit untuk mendiagnosis, karena demam dan leukositosis sering hadir dengan luka bakar sendirian. ketidakstabilan hemodinamik adalah tanda terlambat. suhu mungkin turun di bawah normal, penampilan luka akan rusak, dan jumlah putih bisa jatuh, akhirnya berakhir dengan syok septik. terapi antibiotik agresif harus dimulai dan upaya dilakukan untuk mengidentifikasi sumber infeksi. Pneumonitis, infeksi saluran kemih, dan sepsis kateter intravena harus dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial. Jika penyebab lain tidak ditemukan, luka biasanya fokus septik dan harus debrided. Volume darah, gizi, dan oksigenasi harus dinilai. Steroid tidak boleh diberikan karena mereka kompromi sudah lemah pertahanan kekebalan.
Luka bakar keliling ekstremitas atau bagasi menimbulkan masalah khusus. Pembengkakan di bawah tak mau mundur eschar dapat bertindak sebagai tourniquet untuk darah dan aliran getah bening, dan ujung distal dapat menjadi bengkak dan menegangkan. Pembengkakan lebih luas dapat mengganggu pasokan arteri. Eskarotomi atau eksisi eschar yang mungkin diperlukan. Untuk menghindari kerusakan permanen, eskarotomi harus dilakukan sebelum iskemia arteri berkembang. Penyempitan melibatkan dada atau perut parah dapat membatasi ventilasi dan mungkin memerlukan escharotomies longitudinal. Anestesia jarang dibutuhkan, dan prosedur yang biasanya dapat dilakukan di kamar pasien.
Bisa terjadi Gastroduodenal akut (Curling's) borok yang sekaligus merupakan komplikasi yang sering luka bakar yang parah, namun kejadian tersebut sekarang menurun, sebagian besar sebagai hasil dari lembaga awal dan rutin antasid dan terapi nutrisi dan penurunan tingkat sepsis.
Sering komplikasi anak-anak adalah kejang, yang mungkin hasil dari ketidakseimbangan elektrolit, hipoksemia, infeksi, atau obat-obatan, dalam satu-sepertiga kasus, penyebabnya tidak diketahui. Hiponatremia, penyebab yang paling sering, menjadi kurang sama dengan berkurangnya penggunaan perak nitrat topikal. Obat yang telah terlibat termasuk penisilin, agen antipsikotik fenotiazin, diphenhydramine, dan aminofilin.
Akut pelebaran lambung, yang terjadi pada minggu pertama setelah cedera, harus dicurigai saat pasien muntah berulang kali dalam jumlah kecil makanan. impaksi tinja akibat imobilisasi, dehidrasi, dan analgesik narkotika adalah fenomena yang cukup umum. hipertensi sistemik terjadi pada sekitar 10% kasus pada periode postresuscitation.
Cedera Saluran Pernafasan Dalam Luka Bakar
Penyebab utama kematian setelah luka bakar adalah cedera saluran pernafasan atau komplikasi pada saluran pernafasan. Masalah termasuk cedera inhalasi, aspirasi pada pasien tidak sadar, pneumonia bakteri, edema paru, emboli paru, dan insufisiensi paru pasca trauma.
Cedera inhalasi langsung, yang predisposisi komplikasi lain, dibagi menjadi tiga kategori: keracunan karbon monoksida, cedera panas ke jalan napas, dan menghirup gas beracun.
Inhalasi langsung panas kering merupakan penyebab kerusakan langka di bawah pita suara karena umumnya saluran napas bagian atas secara efektif mendinginkan gas terinspirasi sebelum mereka mencapai trakea dan karena refleks penutupan tali dan menghentikan spasme laring inhalasi penuh gas panas. Langsung luka bakar ke saluran napas bagian atas yang terkait dengan luka bakar pada wajah, bibir, dan rambut hidung dan nekrosis atau pembengkakan mukosa faring. Edema akut pada saluran atas dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan sesak napas tanpa merusak paru-paru. Edema laring harus diantisipasi pada pasien dengan luka bakar jalan napas, dan intubasi endotrakeal harus dilakukan baik sebelum manifestasi obstruksi saluran napas muncul. Tabung endotrakeal harus cukup besar untuk memungkinkan penghapusan sekresi berlebihan tebal selama perawatan berikutnya. Tracheostomies dilakukan melalui jaringan yang terbakar berhubungan dengan tingkat komplikasi yang sangat tinggi dan seharusnya hanya dilakukan jika intubasi endotrakeal tidak memungkinkan.
Pengobatan terutama suportif, termasuk pemeliharaan toilet paru, ventilasi mekanik (ketika ditunjukkan), dan antibiotik.
Keracunan karbon monoksida harus dipertimbangkan dalam setiap pasien yang diduga menderita cedera inhalasi atas dasar telah dibakar dalam ruang tertutup, bukti fisik inhalasi, atau dyspnea. gas darah arteri dan tingkat carboxyhemoglobin harus ditentukan. Tingkat carboxyhemoglobin di atas 5% pada bukan perokok dan di atas 10% pada perokok mengindikasikan keracunan karbon monoksida. Karbon monoksida mempunyai afinitas terhadap hemoglobin 200 kali dari oksigen, menggantikan oksigen, dan menghasilkan perubahan ke kiri dalam kurva disosiasi oksihemoglobin (P50, ketegangan oksigen di mana setengah hemoglobin jenuh dengan oksigen, diturunkan). Pengukuran saturasi oksihemoglobin dapat menyesatkan karena hemoglobin dikombinasikan dengan karbon monoksida tidak terdeteksi dan persentase saturasi oksihemoglobin mungkin tampak normal.
Keracunan karbon monoksida ringan (<carboxyhemoglobin 20%) ditunjukkan oleh sakit kepala, dyspnea sedikit, kebingungan ringan, dan ketajaman visual berkurang. keracunan Sedang (20-40 carboxyhemoglobin%) menyebabkan mudah tersinggung, gangguan penilaian, visi redup, mual, dan fatigability. Parah keracunan (40-60 carboxyhemoglobin%) menghasilkan halusinasi, kebingungan, ataksia, runtuh, dan koma. Tingkat lebih dari 60 carboxyhemoglobin% biasanya fatal.
Berbagai bahan kimia beracun dalam asap terinspirasi menghasilkan luka pernafasan tertentu. Menghirup asap minyak tanah, misalnya, relatif tidak berbahaya. Asap dari kayu bakar sangat menjengkelkan karena mengandung gas aldehida, khususnya akrolein. menghirup langsung dari akrolein, bahkan dalam konsentrasi yang rendah, mengganggu selaput lendir dan menghasilkan pencurahan cairan. Sebuah konsentrasi 10 ppm akan menyebabkan edema paru. Asap dari beberapa senyawa plastik, seperti polyurethane, adalah jenis yang paling serius dari iritasi beracun. Gas beracun seperti klorin, asam sulfat, atau sianida diberikan. Penyerapan Sianida dapat mematikan. Oksidan yang dirilis setelah semua dampak asap.
Cedera inhalasi menyebabkan edema mukosa parah segera diikuti oleh peluruhan mukosa. Mukosa hancur dalam saluran udara lebih besar akan digantikan oleh membran mukopurulen. Cairan edema jalan napas masuk dan, ketika dicampur dengan nanah di lumen, bisa membentuk cetakan dan colokan di bronchioles lebih kecil. bronchioles Terminal dan alveoli mungkin berisi bahan karbon. Bronchiolitis dan bronkopneumonia akut biasanya berkembang dalam beberapa hari. sputum smear harus diperiksa setiap hari untuk mendeteksi infeksi bakteri tracheobronchial awal.
Ketika cedera inhalasi dicurigai, pemeriksaan endoskopik awal saluran napas dengan bronkoskopi serat optik sangat membantu dalam menentukan area cedera, yaitu, apakah hanya jalan napas atas adalah terlibat atau saluran napas yang lebih rendah juga. Sayangnya, tingkat keparahan dari cedera yang tidak dapat diukur secara akurat oleh bronkoskopi-itu hanya dapat menunjukkan bahwa adanya luka. Laringoskopi langsung mungkin memberikan banyak informasi.
Kurang penyebab umum kegagalan pernapasan merupakan embolus paru dan kelebihan edema paru. Emboli biasanya terjadi kemudian dalam perjalanan pengobatan setelah istirahat lama dan harus dicurigai, jika fungsi pernafasan tiba-tiba memburuk. Antikoagulasi heparin diindikasikan untuk emboli paru. edema paru dari cairan yang berlebihan selama resusitasi biasanya terjadi hanya pada pasien dengan penyakit jantung sudah ada sebelumnya. Paru-paru inhalasi-luka sangat rentan terhadap edema, yang sulit untuk mengelola, karena hypoperfusion sistemik ini harus dihindari oleh upaya diuresis.
Mungkin penyebab paling umum dari kegagalan pernafasan adalah pneumonia bakteri baik karena cedera inhalasi, kontaminasi paru-paru melalui tabung endotrakeal atau trakeostomi, infeksi udara, atau penyebaran hematogenous bakteri dari luka bakar. Perubahan flora normal orofaringeal dengan kolonisasi oleh patogen dan selanjutnya aspirasi sekresi terinfeksi adalah penyebab paling umum dari infeksi paru-paru.
Insufisiensi paru berhubungan dengan sepsis sistemik. Membedakan sindrom kesulitan pernafasan akut (ARDS) dari pneumonia bakteri mungkin sulit. Ada kerusakan pada kapiler paru dan kebocoran cairan dan protein ke ruang interstisial paru-paru, yang mengakibatkan hilangnya kepatuhan dan kesulitan dalam oksigenasi darah. Modern metode bantuan ventilasi dan toilet paru kuat secara signifikan mengurangi angka kematian dari insufisiensi paru.
Penatalaksanaan
Manajemen pasien luka bakar harus meliputi evaluasi sering paru-paru seluruh program rumah sakit. Semua pasien yang awalnya memiliki bukti dari menghirup asap harus menerima oksigen lembab dalam konsentrasi tinggi. Keracunan karbon monoksida Jika telah terjadi, oksigen 100% harus diberikan sampai kembali konten carboxyhemoglobin ke tingkat normal dan sampai mengatasi gejala keracunan karbon monoksida. Dengan eksposur yang parah, karbon monoksida mungkin masih terikat pada enzim sitokrom, menyebabkan hipoksia sel bahkan setelah tingkat carboxyhemoglobin telah kembali ke dekat normal. oksigen Lanjutan administrasi juga akan membalik proses ini.
Penggunaan kortikosteroid untuk cedera inhalasi tidak lagi kontroversial dan jelas kontraindikasi dengan pengecualian obliterans bronchiolitis.
Bronkodilator dengan aerosol atau aminofilin intravena dapat membantu jika mengi karena bronkospasme refleks. Dada terapi fisik dengan drainase postural juga diperlukan.
Ketika intubasi endotrakeal yang digunakan tanpa ventilasi mekanik (misalnya, untuk obstruksi saluran napas atas), kabut dan tekanan positif kontinu bantuan ventilasi harus disertakan. kelembaban ini akan membantu mengendurkan cairan dan mencegah pengeringan saluran pernafasan; tekanan positif kontinyu akan membantu mencegah atelektasis dan penutupan dari paru-paru unit distal saluran udara bengkak. Trakeostomi ditunjukkan dalam beberapa hari pertama bagi pasien yang diperkirakan membutuhkan bantuan ventilasi selama beberapa minggu atau lebih. Jika leher dibakar, eksisi dan pencangkokan diikuti oleh trakeostomi diindikasikan dalam rangka meningkatkan toilet paru.
Ventilasi mekanik harus menerapkan awal jika cedera paru signifikan diantisipasi. Tubuh yang besar dengan keterlibatan luka bakar dinding dada akan menghasilkan kepatuhan dinding dada menurun, meningkatnya kerja pernapasan, dan atelektasis berikutnya. cedera Tracheobronchial dari bahan kimia terhirup adalah ditekankan oleh kehadiran tubuh luka bakar, dengan peningkatan resultan pada potensi atelektasis dan infeksi. ventilasi Terkendali bersama dengan sedasi akan mengurangi tingkat cedera dan juga menghemat pengeluaran energi. Awal eksisi dinding dada dalam penutupan luka bakar dan akan membantu menghapus komponen konstriksi. Penutupan luka dalam akan menurunkan produksi CO2 yang berlebihan yang disebabkan oleh daerah hipermetabolik.
Bila terjadi luka bakar berat, sehingga penatalaksanaannya sebagai berikut :
1. Terapi cairan
Tujuan untuk mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat yang dapat dipantau dari tekanan darah, nadi, pengeluaran urin, keseimbangan asam – basa, derajat kesadaran,serta hidrasi penderita.
Formula Bexter
` Hari Pertama :
Dewasa : RL 4cc x BB x % luas LB/24 jam
Anak : RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % luas LB + Kebutuhan Faali :
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 - 5 tahun : BB x 50 cc
½ Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ Diberikan 16 jam berikutnya
2. Pembersihan dan perawatan luka
Dalam pembalutan dilakukan kompres dengan caian rivanol guna mengurangi rasa panas luka bakar dan sekaligus membersihkan sisa kotoran yang ada. Pengompresan dihentikan pada hari ke-6, selanjutnya diberikan Darmazin zalf yang dioles tipis – tipis diatas luka 2 x sehari . guna zalf ini untuk mempercepat pengeringan luka. Dalam teori pergantian perban dalam kasus luka bakar adalah 8 – 24 jam sekali atau bila basah atau berbau.
3. Pemberian TT dan ATS untuk mencegah tetanus
4. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder yang merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada luka bakar. Antibiotik yang diberikan adalah antibiotik sistemik spektrum luas. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosid yang efektif terhadap psudomonas.
5. Pemberian analgetik untuk menghindari terjadinya syok neurogenik
6. Pemasangan dawer kateter untuk mengontrol urin /jam. Diuresis penderita luka bakar sekurang – kurangnya 1 ml/ kgbb/jam untuk memonitor fungsi ginjal. Warna urin dapat digunakan untuk menentukan apakah telah terjadi lisis eritrosit akibat panas.
7. Diet tinggi kalori tinggi protein.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme dengan kadar protein tinggi.
8. Rehabilitasi
a. Posisi pasien dalam perawatan
- Siku fleksi 300
- Aksila abduksi 600
- Lipat paha abduksi 100
- lutut fleksi 100
- pergelangan kaki 900
- Jari – jari kaki saling menjauh
b. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur
9. Periksa lab anjuran
- Hb & Ht tiap 8 jam dalam 2 hari pertama dan tiap 2 hari pada 10 hari berikutnya
- Fungsi hati dan ginjal tiap minggu
- Pemeriksaan elektrolit tiap hari pada minggu pertama
- Pemeriksaan analisa gas darah bila nafas > 32 x/ menit
- Kultur jaringan pada hari I,III,IV
Kematian pada luka bakar disebabkan oleh :
1. Shock, karena kehilangan cairan
2. Kegagalan jantung
3. Sepsis, infeksi nosokomial
4. Kegagalan ginjal akut
5. komplikasi lain, seperti pneumonia
Walaupun demikian pada luka bakar patut selalu diingat bahwa luka bakar perlu pengawasan ketat terutama pada masa – masa awal hingga dua minggu.
Kematian pada pasien ini mungkin disebabkan akibat sepsis, infeksi yang terjadi dapat berasal dari beberapa faktor, antara lain infeksi nos
Penyembuhan Pasien Dengan Luka Bakar
Revisi bedah plastik dari bekas luka sering diperlukan setelah penyambungan awal, terutama untuk melepaskan kontraktur di sendi dan untuk alasan kosmetik. Dokter harus realistis dalam menentukan hasil yang diterima, dan pasien harus diberitahu bahwa mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun untuk dicapai. Luka bakar sering menyakitkan mata, dan harapan-meskipun harus diperluas bahwa peningkatan resolusi dapat dibuat-total adalah tidak mungkin dalam banyak kasus.
Kulit memanfaatkan teknik ekspansi tas Silastic subdermal yang diperluas secara bertahap telah banyak perbaikan manajemen bekas luka revisi. Kemampuan untuk memperbesar kulit yang tersedia akan digunakan untuk penggantian bekas luka meningkatkan baik tampilan kosmetik dan fungsi. Kemajuan dalam bedah flap mikrovaskuler juga menghasilkan perbaikan substansial dalam hasil.
Pasien harus berhati-hati dari kulit bekas luka bakar. berkepanjangan paparan sinar matahari harus dihindari, dan ketika luka itu melibatkan bidang-bidang seperti wajah dan tangan, yang sering terkena sinar matahari, agen penyaringan ultraviolet harus digunakan. hipertrofik dan keloid bekas luka sangat mengganggu dan dapat dikurangi dengan menggunakan pakaian tekanan, yang harus dikenakan sampai bekas luka jatuh tempo-sekitar 12 bulan. Karena pelengkap kulit sering dihancurkan oleh luka bakar ketebalan penuh, krim dan lotion yang diperlukan untuk mencegah pengeringan dan cracking dan untuk mengurangi gatal. Zat seperti lanolin, vitamin A dan D salep, dan krim Eucerin semua efektif.
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong : Buku Ajar Ilmu Bedah ; luka bakar hal
73 – 81
2. R yefta M : Luka bakar Pengetahuan klinis praktis
3. David C sabiston : buku Ajar Bedah ; Luka Bakar hal 151- 160
4. Jonatan Oswani, Bedah Minor Hal : 91-99, Medan
5. Soelarto Reksoparjo, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Hal 435-442 UI jakarta
salep luka bakar
ReplyDelete