Friday, May 17, 2013

Diabetes mellitus

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.

Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Ada cara lain untuk menurunkan kadar gula darah yaitu dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga karena otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan energi.

Kondisi ini dapat pula terjadi apabila sel otot, lemak dan liver kurang merespon hormon insulin. Pada orang yang mengidap diabetes, kadar glukosa menumpuk dalam darah dan urin, menyebabkan kencing yang berlebihan, rasa haus dan lapar, dan masalah dengan lemak dan metabolisme protein. Diabetes melitus berbeda dari diabetes insipidus, yang disebabkan karena kekurangan hormon vasopressin yang mengatur jumlah urine yang dikeluarkan.

Diabetes umumnya diderita oleh orang dewasa berusia diatas 45 tahun; terutama pada orang yang memiliki kelebihan berat badan dan tidak memiliki cukup aktivitas, pada individu yang memiliki keluarga yang mengidap diabetes; dan diidap pula oleh orang Afrika, Hispanic dan keturunan orang Amerika. Tingkat tertinggi penderita diabetes terjadi di Amerika. Diabetes lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pada pria.
II. PANCREAS

Pancreas merupakan organ yang berperan penting pada kelainan Diabetes Melitus. Pada Diabetes Melitus, insulin yang dihasilkan oleh pancreas tidak cukup untuk mengolah glukosa yang ada dalam darah. Hal ini dapat disebabkan karena kelainan sistem kekebalan tubuh sejak kecil, yang dikenal sebagai Diabetes Tipe 1. Dapat pula terjadi karena ketidakmampuan tubuh dalam menyelaraskan produksi insulin dengan kebutuhan untuk mengolah glukosa dalam darah. Diabetes tipe ini dinamakan Diabetes Tipe 2. Untuk mengenal penyakit ini, ada baiknya kita kenali dulu organ yang bernama Pancreas.


Pankreas merupakan kumpulan kelenjar yang melepaskan enzim pencernaan kedalam usus dan mengeluarkan hormon insulin dan glucagon kedalam aliran darah. Dua hormon ini berperan penting dalam metabolisme karbohidrat (gula). Pankreas menempel pada duodenum (usus 12 jari), bagian atas dari usus halus. Pembuluh besar utama, disebut pembuluh Wirsung (dalam gambar diatas pancreatic duct), mengumpulkan cairan pankreas dan mengalirkannya kedalam usus 12 jari. Pada banyak individu pembuluh yang lebih kecil (pembuluh Santorini) juga mengalir ke usus 12 jari. Aktif enzim dalam pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein terus menerus mengalir dari pankreas melalui pembuluh ini. Aliran ini dikendalikan oleh syaraf vagus dan oleh hormon secretin dan pancreozymin. Dua hormon ini diproduksi dalam mucosa usus. Ketika makanan masuk ke usus 12 jari, secretin dan pancreozymin dilepaskan kedalam aliran darah oleh sel-sel usus 12 jari. Ketika hormon ini sampai di Pankreas, sel-sel pankreas terstimulasi untuk memproduksi dan melepaskan air, bikarbonat, dan enzim pencernaan dalam jumlah yang besar, yang kemudian mengalir ke usus.

Hormon insulin dan glucagon dihasilkan oleh suatu jenis sel yang dinamakan sel-sel Beta, yang tersebar dalam pancreas, dalam bagian yang disebut pulau Langerhans. Langerhans adalah nama seorang dokter berkebangsaan Jerman bernama Paul Langerhans. Ialah yang pertama kali pada tahun 1869 menjelaskan fungsi dan keberadaan bagian ini. Dalam pankreas manusia normal terdapat 1.000.000 pulau Langerhans.

Ada lima jenis sel yang berbeda dalam pulau Langerhans, dimana tiga diantaranya (sel alpha, sel beta dan sel delta) menghasilkan hormon penting. Sel A(lpha) menghasilkan glucagon, Sel B(eta) menghasilkan insulin; Sel D(elta) yang membuat somatostatin. Jenis sel keempat dan kelima yaitu sel D1 dan sel PP belum diketahui secara pasti fungsinya. Rusaknya sel beta sebagai penghasil insulin merupakan penyebab diabetes mellitus tipe 1 (tergantung insulin).

Pulau-pulau Langerhans dalam pankreas mensekresi hormon insulin dan glucagon, untuk mengendalikan kadar gula dalam darah. Insulin merangsang sel untuk membuang gula dari aliran darah dan memanfaatkannya. Insulin merupakan protein sederhana dimana rantai dari dua polipeptid asam amino terhubung dengan ikatan disulfida. Insulin membantu pemindahan glukosa kedalam sel sehingga sel-sel itu dapat mengoksidasi glukosa untuk menghasilkan energi bagi tubuh. Insulin dikeluarkan ketika kadar gula dalam darah meningkat-terutama setelah makan.

Pada jaringan lemak, insulin memfasilitasi penyimpanan glukosa dan konversinya menjadi asam lemak. insulin juga memperlambat penguraian asam lemak. Pada otot, Insulin membantu penyerapan asam amino untuk membentuk protein. Insulin juga membantuk merubah glukosa menjadi glikogen dalam liver dan mengurangi gluconeogenesis (pembentukan glukosa dari sumber nonkarbohidrat).

Glucagon memiliki efek yang berlawanan; dimana hormon ini merangsang liver untuk melepaskan gula yang disimpannya (Glycogen) kedalam aliran darah. Hal ini dilakukan jika kadar gula dalam darah terlalu rendah atau terlalu banyak insulin dihasilkan oleh tubuh sehingga kadar gula dalam darah menurun. Mekanisme inilah yang mengatur kadar gula dalam darah pada manusia. Pulau Langerhans juga mensekresi, dalam jumlah yang jauh lebih sedikit, somastostatin, yang menghambat dihasilkannya hormon insulin dan glucagon. Selain itu adapula hormon yang disebut pancreatic polypeptide (polipetid pankreas), yang belum diketahui secara pasti guna dan manfaatnya.

Produksi hormon insulin yang tidak memadai adalah penyebab diabetes melitus. Diabetes yang parah memerlukan injeksi insulin secara periodik, yang diambil dari pankreas babi, domba, dan banteng. Insulin pertamakali diisolasi sebagai extrak pankreas pada tahun 1921 oleh Sir Frederick G. Banting dan Charles H. Best dari Kanada. Pada awal 1980-an, suatu jenis bakteri tertentu dimodifikasi secara genetik untuk memproduksi insulin manusia.

II. SEBAB TIMBULNYA DAN JENIS DIABETES MELITUS

Diabetes terjadi jika tubuh menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang terpat terhadap insulin. Pada diabetes melitus, kadar insulin yang rendah membuat sel tidak mampu menyerap glukosa. Sebagai akibatnya, glukosa menumpuk dalam darah. Ketika darah yang banyak mengandung glukosa ini melewati ginjal, organ yang membuang zat-zat yang tidak berguna dalam darah, ginjal tidak sanggup menyerap semua glukosa yang ada dalam darah. Kelebihan glukosa ini keluar bersama dengan urin dan air serta elektrolit–ion yang diperlukan oleh sel untuk mengatur lompatan listrik dan aliran molekul air antar membran sel. Hal ini menyebabkan seringnya buang air kecil untuk membuang kelebihan air (Poliuri). Rasa lapar yang luar biasa juga timbul (Polifagi) disertai dengan rasa haus yang tidak biasa (polidipsi) karena banyak kalori dan cairan yang terbuang bersama air seni, sehingga tubuh menimbulkan rasa lapar dan haus untuk menggantikan kalori dan cairan yang hilang karena urinisasi . Gejala tambahan yang mungkin ada termasuk penglihatan yang buram, turunnya berat badan secara drastis, mudah marah, rasa lemas dan kelelahan, dan mual serta muntah-muntah.

Hormon insulin yang dibuat di pankreas, membantu mengendalikan kadar gula dalam darah, yang diperlukan untuk membantu banyak proses kimia tubuh. Pada orang yang sehat, ketika makanan dicerna

(1), kadar glukosa di dalam darah naik

(2). Pankreas mengeluarkan insulin

(3), yang membantu sel tubuh untuk menangkap glukosa. Insulin juga membantu merubah glukosa menjadi glikogen, yang disimpan dalam liver.

(4) dan otot yang nantinya akan dibakar kalau dibutuhkan. Hormon-hormon mengatur pelepasan insulin yang dapat menyebabkan kadar gula menjadi drop

(5). Hormon ini membuat pankreas mengurangi produksi insulinnya

(6). Pada orang yang menderita diabetes melitus, pankreas memproduksi insulin dalam jumlah yang tidak mencukupi atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dibuatnya. Setelah menyantap makanan (A), pankreas tidak memproduksi cukup insulin (B), tubuh terpaksa membakar lemak untuk menggantikan glukosa sebagai sumber energi. Zat kimia beracun yang disebut ketone; yang timbul dari proses pembakaran lemak; dikeluarkan melalui urin (D) dan ada pula yang beredar dalam aliran darah(E), menyebabkan ketoacidosis, suatu kondisi yang dapat menyebabkan kematian. Jika tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik, glukosa tidak diserap oleh sel dan beredar dalam darah tanpa diserap tubuh. Kadar gula yang tinggi dalam darah (C) dan urin (D) melumpuhkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan dapat menyebabkan ketoasidosis.

1. DIABETES TIPE I

Diabetes dikelompokan menjadi dua. Pada diabetes tipe I; sering disebut diabetes tergantung insulin dan diabetes–mulai kecil; tubuh tidak dapat memproduksi insulin atau memproduksi insulin hanya dengan jumlah yang sedikit. Gejala yang timbul biasanya datang secara tiba-tiba, terutama pada individu yang berumur dibawah 20 tahun. Kebanyakan kasus terjadi pada masa puber—pada usia 10 sampai 12 tahun untuk wanita dan 12 sampai 14 tahun pada laki-laki.

Diabetes tipe 1 digolongkan sebagai penyakit kekebelan tubuh karena sistem kekebalan tubuh (sistem yang terdiri dari organ, jaringan dan sel yang membunuh organisme dan membuang zat-zat yang menimbulkan penyakit) menyerang dan menghancurkan sel yang menghasilkan insulin, yang dikenal sebagai sel beta dalam pulau Langerhans di pankreas. Para ahli meyakini bahwa kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan dapat dengan cara tertentu memicu sistem kekebalan tubuh untuk menghancurkan sel-sel ini. Para ahli juga sejauh ini telah menemukan 20 gen yang memainkan peranan pada diabetes tipe 1, walaupun fungsi dari gen ini masih dalam penyelidikan. Faktor lingkungan, seperti virus tertentu, dapat ikut pula membuat penyakit ini berkembang, khususnya pada orang yang telah memiliki faktor genetik dimana penyakit ini dapat berkembang.

Tubuh membentuk energi dari beberapa sumber. Sumber pertama yang diolah tubuh menjadi energi adalah glukosa yang berasal dari karbohidrat. Apabila tidak tersedia, maka tubuh mengambil alternatif yang kedua yaitu lemak dan terakhir protein dalam otot. Pada diabetes jenis ini, terjadi suatu keadaan dimana sebagian besar sel tidak dapat mengolah glukosa karena ketiadaan insulin. Akibatnya, sel-sel ini mengambil energi dari sumber lain. Tubuh mengambil alternatif sumber yang kedua, yaitu lemak. Tubuh membakar lemak yang disimpan sebagai bahan bakar penghasil energi. Proses ini mengakibatkan meningkatnya jumlah zat pembentuk asam dalam darah yang disebut ketone, yang merupakan zat kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam. Keadaan tersebut dinamakan Ketoasdosis Diabetikum.

Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, Ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit serius.

2. DIABETES TIPE II

Pada diabetes tipe ini, yang sebelumnya disebut dibetes tidak–tergantung insulin dan diabetes umur dewasa, kemampuan tubuh untuk menyelaraskan antara insulin yang dihasilkan dengan kemampuan sel untuk menggunakan insulin menjadi buruk. Karakteristik gejala yang ditimbulkan pada tipe 2 sama seperti gejala yang terjadi pada tipe 1, termasuk infeksi yang berulang atau luka di kulit yang lama sembuh atau tidak sama sekali, kelelahan dalam arti umum, dan kesemutan atau rasa kebal di tangan dan kaki.

Diabetes tipe II ini biasanya berawal di usia sekitar 45 tahun. Meski demikian, kejadian dimana penyakit ini dimulai di usia yang lebih muda makin sering terjadi. Karena gejala yang timbul berkembang secara perlahan, seseorang yang mengidap penyakit ini sering tidak mengetahui secara dini bahwa penyakit ini telah ada dalam dirinya. Beberapa gen secara bersama-sama dapat menyebabkan diabetes tipe II. Selain itu, para ilmuwan percaya bahwa kegemukan memiliki peran yang besar dalam menyebabkan penyakit diabetes. Hampir 80% dari pengidap penyakit diabetes tipe II mengalami kelebihan berat badan.

Pada dasarnya, diabetes tipe II ini merupakan suatu keadaan yang diakibatkan pola hidup dan pola makan yang kurang baik dalam jangka panjang. Pola hidup dan pola makan yang salah ini membuat organ tubuh bekerja berat dan akhirnya terjadi kelainan yang berujung pada diabetes melitus tipe II ini. Namun demikian, secara alami, tubuh memang mengalami kenaikan kadar gula dalam darah seiring dengan bertambahnya usia. Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia 65 tahun. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan secara rutin dan setelah berpuasa. Jangan setelah makan, karena usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi. Penyebab diabetes lainnya adalah :

·      kadar kortikosteroid yang tinggi,

·      kehamilan (diabetes gestasional), akan hilang setelah melahirkan.

·      obat-obatan yang dapat merusak pankreas

·      racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin

Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes Mellitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin
Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak-anak dan remaja.
Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik.
Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah obesitas dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas. Tipe 2 merupakan suatu proses jangka panjang dalam tubuh dimana pola hidup dan pola makan yang salah membuat organ tubuh menjadi rusak, dan tidak mampu berfungsi baik lagi.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur
Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga
 










IV. KOMPLIKASI

Apabila dibiarkan tidak diobati, diabetis melitus dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Diabetes tipe I dapat menyebabkan kondisi koma diabetes (kondisi tidak sadarkan diri karena kadar gula yang sangat tinggi dalam darah) atau kematian. Pada kedua jenis diabetes, komplikasi yang timbul dapat mengakibatkan kebutaan, gagal ginjal, dan penyakit jantung. Diabetes dapat menyebabkan tertutupnya pembuluh darah yang berukuran kecil. Apabila hal ini terjadi pada pembuluh darah mata, dapat menyebabkan retinopathy (pecahnya selaput yang ada di belakang mata), menyebabkan kebutaan. Diabetes melitus adalah penyebab utama dari kasus-kasus baru kebutaan pada orang berusia 20-74.

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.

Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Sirkulasi darah yang buruk karena penebalan pembuluh darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.

Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.

Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Penderita diabetes yang mengalami batuk-batuk yang cukup parah dalam jangka waktu lama dan tidak jelas sebabnya (karena flu atau tersedak), harus mewaspadai adanya penyempitan pembuluh darah jantung dan penurunan fungsi jantungnya. Batuk itu dapat disebabkan karena serangan jantung yang oleh penderita diabetes tidak merasakan sakit di sekitar dada seperti serangan jantung pada umumnya. Ketiadaan rasa sakit ini disebabkan karena sudah rusaknya saraf-saraf di sekitar pembuluh jantung.

Jika diabetes mempengaruhi ginjal, disebut nephropathy (ketidakmampuan ginjal untuk menyaring racun dengan baik). Sekitar 40% dari kasus-kasus terbaru penyakit ginjal parah (gagal ginjal) diakibatkan oleh diabetes. Tertutupnya pembuluh darah besar karena diabetes dapat menyebabkan berbagai masalah kardiovaskular, termasuk tekanan darah tinggi, serangan jantung, dan stroke. Walaupun kondisi ini juga terjadi pada orang yang tidak mengidap diabetes, orang dengan diabetes, memiliki kemungkinan dua sampai empat kali lebih besar untuk adanya kerusakan kardiovaskular.

Diabetes melitus dapat mengakibatkan mati rasa, terutama pada kaki bagian bawah. Keadaan mati rasa ini dapat membuat penderita tidak merasakan sakit atau iritasi karena kulit yang sobek atau infeksi pada kaki sampai pada terjadinya komplikasi, sehingga dapat mengakibatkan amputasi. Luka bakar, Dapat pula terjadi rasa sensitif bila disentuh, dan kedinginan pada kaki, yang merupakan gejala penyakit neuropathy. Komplikasi lainnya termasuk resiko yang lebih tinggi pada kehamilan ibu yang mengidap diabetes dan sering timbulnya penyakit gigi.

V. DIAGNOSA DAN PERAWATAN

Diabetes dideteksi dengan mengukur kadar glukosa dalam darah setelah seseorang berpuasa (tidak makan) selama delapan jam. Pada kasus tertentu, dokter mendiagnosa diabetes dengan melakukan tes oral glukosa toleransi, yang mengukur kadar glukosa sebelum dan sesudah mencerna sejumlah tertentu gula. Tes lain dikembangkan untuk diabetes tipe I mencari antibodi tertentu (protein dalam sistem kekebalan yang menyerang zat-zat dari luar) yang hanya ada pada orang yang menderita diabetes. Tes ini dapat mendeteksi diabetes tipe I pada tahap awal sehingga dapat mengurangi resiko komplikasi dari penyakit ini.

Ketika diabetes telah didiagnosa, pengobatan terdiri dari pengendalian kadar glukosa dalam darah dan mencegah komplikasi. Berdasarkan tipe diabetes yang diderita, pengobatan dapat dilakukan melalui olah raga teratur, pola makan yang terkontrol dan hati-hati, dan pengobatan.

Orang dengan diabetes tipe I memerlukan suntikan insulin, dua sampai empat kali sehari, Untuk menyediakan insulin bagi tubuh yang tidak dapat dihasilkannya. Jumlah insulin yang diberikan berbeda antara individu yang satu dengan yang lain, tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat aktivitas fisik individu, pola makan, dan adanya kelainan lain. Biasanya, orang dengan diabetes tipe I melakukan pengukuran kadar glukosa beberapa kali sehari pada tetes darah dengan cara melukai jarinya. Berdasarkan tes tersebut kemudian ditentukan jumlah insulin yang disuntikkan, olah raga, atau makanan yang dikonsumsi untuk menjaga kadar gula pada level normal. Orang dengan diabetes tipe I harus hati-hati mengontrol pola makannya dengan cara mengkonsumsi makanan dalam jumlah sedikit tetapi lebih sering. Dan harus deselingi dengan makanan kecil, sehingga tidak terlalu membebani kemampuan suplai insulin dalam membantu sel menyerap glukosa. Mereka juga perlu mengkonsumsi “gula kompleks”, yang dicerna tubuh secara lebih perlahan dan memperlambat kenaikan kadar gula darah.

Walaupun sebagian besar orang dengan diabetes tipe I berusaha untuk menurunkan kadar gula dalam darah, kadar gula yang terlalu rendah dapat menyebabkan masalah kesehatan. Sebagai contoh, jika seseorang dengan diabetes tipe I menyuntikkan terlalu banyak insulin, hal itu dapat menyebabkan kadar gula yang terlalu rendah. Selanjutnya, kadar gula terlalu rendah dapat menimbulkan hipoglicemia.

Seseorang yang mengalami hipoglicemia, ditandai dengan rasa lemas, gemetar, kebingungan dan kegundahan, mual dan muntah. Organ pertama yang terkena pengaruh dari keadaan ini adalah otak. Penderita dapat mengalami suatu gejala dimana terjadi perubahan personal, atau terlihat seperti mabuk. Hipoglicemia adalah akibat dari hiperinsulinisme atau kelebihan insulin, yang diakibatkan baik karena overdosis obat insulin atau tubuh memproduksi insulin secara berlebihan. Pada saat hiperinsulin terjadi, glukosa secara tajam menurun dalam proses perubahan bentuk menjadi glikogen dalam liver dan otot, dan menjadi lemak pada jaringan lemak.

Hipoglicemia yang reaktif dapat terjadi pada orang-orang yang mengalami stress. Dapat pula terjadi karena kelebihan insulin; umumnya tiga atau empat jam setelah makan. Gejalanya lebih lambat daripada mereka yang mengalami diabet tergantung insulin. Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Penderita hipoglicemia dapat menghilangkan gejala dengan mengkonsumsi gula, seperti tablet glukosa, jus buah, atau permen.

Untuk mengendalikan tingkat insulin, orang dengan diabetes tipe I harus memonitor kadar gula beberapa kali sehari. Pada tahun 1983, 1.441 orang pengidap diabetes tipe I yang berusia 13 sampai 39 mulai mengikuti Diabetes Control and Complication Trial (DCCT), studi ilmiah terbesar tentang pengobatan diabetes yang pernah dilakukan. DCCT mempelajari potensi untuk mengurangi komplikasi diabetes, seperti penyakit syaraf atau ginjal atau kelainan pada mata, dengan cara pasien melakukan pemeriksaan kadar gula darah empat sampai enam kali sehari, menjaga kadar gula supaya sedekat mungkin pada kadar normal. Hasil dari studi ini, dilaporkan pada tahun 1993, memperlihatkan 50 sampai 75 persen pengurangan pada komplikasi akibat diabetes pada orang yang sering memeriksa kadar gula darah dan mengendalikan kadar glukosa dalam darah mereka. Walaupun studi ini dillakukan pada orang yang mengidap diabetes tipe I, para ahli percaya bahwa pengawasan ketat terhadap kadar gula darah juga menguntungkan untuk orang yang mengidap diabetes tipe II.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin suntikan tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam. Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.

Pada pengidap diabetes tipe II, perawatan dimulai dengan pengendalian pola makan, olah raga, dan pengurangan berat badan, meskipun seiring dengan berjalannya waktu pengobatan ini tidak cukup berhasil. Orang dengan diabetes tipe II sering bekerja sama dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang mengatur kadar gula darah sehingga kadar gula tidak naik terlalu cepat setelah makan. Makanan yang dianjurkan biasanya makanan dengan kadar lemak rendah (30 persen atau kurang dari total kalori), memberikan cukup protein (10 sampai 20 persen dari total kalori), dan mengandung berbagai macam karbohidrat seperti kacang, sayuran dan padi-padian. Olah raga teratur membantu sel tubuh untuk menyerap glukosa–bahkan 10 menit olah raga akan efektif. Pengendalian pola makan dan olah raga dapat memainkan peranan penting dalam penurunan berat badan, yang dapat mengurangi ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin.

Lemak yang berlebih akan menyebabkan resistensi terhadap insulin. Ini menjelaskan mengapa diet dan olahraga merupakan metode penatalaksanaan untuk diabetes tipe II. Dengan menurunkan berat badan dan meningkatkan massa otot, akan mengurangi jumlah lemak sehingga membantu tubuh memanfaatkan insulin dengan lebih baik. Ternyata ada hubungan antara diabetes tipe 2 dengan letak tumpukan lemak terbanyak. Bila timbunan lemak terbanyak terdapat di perut maka risiko terkena diabetes lebih tinggi. Cara mengurangi dan mencegah menumpuknya lemak:

1.  Membiasakan untuk hidup sehat, teratur dan disiplin

2.  Berolahraga teratur dan terukur sesuai dengan usia dan kondisi

3.  Hindari menonton TV atau main komputer terlalu lama.

4.  Jangan mengkonsumsi permen, coklat atau snack dengan kandungan garam tinggi.

5.  Hindari makanan siap saji dengan kandungan kalori, karbohidrat dan lemak

6.  Banyak mengkonsumsi sayur dan buah.

Pada orang dengan diabetes tipe II, hanya dengan diet, olah raga dan pengurangan berat badan saja mungkin dapat berguna, namun pada akhirnya program ini tidak dapat mengendalikan kadar gula dalam darah. Pada kasus ini, pengobatan oral dapat diresepkan. Apabila pengobatan oral tidak efektif, seseorang yang mengidap diabetes tipe II harus disuntik insulin atau kombinasi antara pengobatan oral dengan suntik insulin. Sekitar 49 persen individu dengan diabetes tipe II memerlukan pengobatan oral, 40 persen memerlukan suntik insulin atau kombinasi keduanya, dan 10 persen diet dan olah raga saja. Pengobatan diabetes dasar dan utama adalah pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.

VI. PEMANTAUAN YANG BERKELANJUTAN DAN BERJANGKA PANJANG

Penderita diabetes harus mampu mengenal, menerima dan memanajemen diri dan keadaan yang dialaminya. Untuk bisa mengenal betul-betul, ia harus melakukan riset jangka panjang terhadap dirinya. Perlu diketahui, kecenderungan naik turunnya kadar gula darah pada tiap individu berbeda meski secara umum dapat diidentifikasi. Makanan atau minuman apa yang secara signifikan menaikkan gula darahnya, atau dalam kondisi pikiran bagaimana gula darah dalam tubuhnya naik.

Penderita diabetes harus secara teratur melakukan tes darah untuk mengetahui kadar gula darahnya. Tes gula darah dapat secara efektif menentukan jumlah insulin yang dibutuhkan setiap harinya. Tes sebaiknya dilakukan saat pagi hari sebelum sarapan, dua jam setelah makan, dan malam hari sebelum tidur. Selain itu, diperlukan pula pengukuran pada saat tertentu, misalnya pengukuran yang lebih ketat jika terjadi hipoglikemi, saat sebelum olah raga, dan pada kehamilan. Pengobatan diabetes bisa dikatakan berhasil jika glukosa darah puasa adalah 80 sampai 109 mg/dl, kadar glukosa darah dua jam adalah 80 sampai 144 mg/dl, dan kadar A1c kurang dari tujuh persen. Pengukuran hemoglobin (Hb) terglikosilasi HBA1c (A1c) adalah cara yang paling akurat untuk menentukan tingkat ketinggian gula darah selama dua sampai tiga bulan terakhir. Hal itu disebabkan karena sel darah merah hidup selama 8-12 minggu sebelum digantikan. Dengan mengukur kadar HbA1C, maka dapat diketahui berapa kadar gula rata-rata selama 8-12 minggu. Pada non-diabetisi angka berkisar antara 3,5-5,5%. Untuk diabetisi, 6,5 sudah baik.

Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang mengangkut oksigen. Salah satu jenis dari Hb adalah HbA dan HbA1c merupakan subtipe spesifik dari HbA. Glukosa melekat pada haemoglobin untum membentuk Glycosylated haemoglobin yang disebut A1C atau HbA1C. Semakin tinggi kadar glukosa darah, akan semakin cepat HbA1c terbentuk, yang mengakibatkan tingginya kadar HbA1c. HbA1c ini juga merupakan pemeriksaan tunggal terbaik untuk menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh tingginya kadar glukosa darah. Contohnya, pada saraf dan pembuluh darah kecil di mata dan ginjal. Selain itu, juga bisa menilai risiko terhadap komplikasi penyakit diabetes. Sudah ada penelitian klinis mengenai hal ini, seperti Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan memperbaiki nilai HbA1c maka dapat menurunkan perkembangan dan perjalanan komplikasi diabetes pada mata, ginjal, dan saraf, baik pada DM I maupun DM II.

VII. HASIL RISET TERBARU

Saat ini tidak ada pengobatan untuk penyakit diabetes, dan para ilmuwan tidak yakin atas penyebab yang pasti, walaupun penyelidikan telah meneliti kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan. Sampai saat ini para peneliti telah mengidentifikasi 20 gen yang berperan dalam timbulnya diabetes tipe I dan mereka bekerja untuk menentukan peranan setiap gen dalam menimbulkan penyakit gula ini. Pola keturunan pada diabetes tipe I sangat rumit, dengan berbagai gen yang mempengaruhi resiko seseorang. Contohnya, gen yang diketahui sebagai DR memainkan peran dalam menimbulkan penyakit diabetes. Dua bentuk gen yang disebut DR3 dan DR4, ada pada 95 persen orang dengan diabetes tipe I. Orang yang mewarisi DR3 saja dapat terjangkit diabetes pada usia yang lebih tua dan memiliki antibodi yang menghancurkan sel beta penghasil insulin. Orang yang mewarisi DR4 cenderung untuk mengidap diabetes pada usia yang lebih muda dan memiliki antibodi yang menghancurkan insulin. Seseorang dengan DR3 dan DR4 biasanya mengidap diabetes pada usia yang sangat muda dan memiliki kadar antibodi penghancur insulin paling tinggi.

Pada tahun 2000 para peneliti terkejut ketika menemukan bahwa variasi gen yang disebut Caplain-10, yang tidak terlibat dalam metabolisme glukosa, justru terlibat dalam berkembangnya diabetes tipe II. Satu bentuk gen memproduksi sejumlah kecil protein, dan peneliti mempelajari bagaimana penurunan protein dapat menyebabkan naiknya resiko seseorang untuk mengidap diabetes. Studi genetik lainnya mengindikasikan bahwa gen-gen tertentu menyebabkan variasi dari diabetes tipe II yang disebut “maturity onset diabetes of the young” (MODY), yang berkembang pada umur dibawah 25 tahun. Walaupun para ilmuwan belum dapat mengerti bagaimana gen ini menyebabkan MODY, gen ini diketahui aktif dalam liver, usus, ginjal dan pankreas.

Ilmuwan lain mengidentifikasi faktor lingkungan yang memicu diabetes tipe I pada orang yang cenderung mengidap diabetes. Jika mereka dapat menentukan apa sebab sistem kekebalan menyerang sel yang memproduksi insulin, mereka mungkin akan menemukan bagaimana mencegah kondisi berkembangnya kecenderungan ini. Contohnya, studi mengatakan bahwa virus tertentu seperti coxsackie B, rubella, dan mumps, dapat memicu reaksi kekebalan dengan menghancurkan sel beta.

Para peneliti menghubungkan kasus pada diabetes tipe II dengan kegemukan. Penelitian memperlihatkan bahwa resiko untuk mengidap diabetes tipe II meningkat 4 persen untuk setiap pound kelebihan berat pada seseorang. Para ilmuwan sedang mencari peranan yang dimainkan oleh kelebihan berat badan dalam menghambat utilisasi insulin dan mengapa beberapa orang yang memiliki kelebihan berat mengembangkan penyakit itu dalam tubuhnya sedang yang lain tidak.

Cara-cara baru untuk mengukur kadar gula dalam darah dapat meningkatkan kualitas hidup untuk banyak pengidap diabetes. Teknik baru termasuk penggunaan sinar laser dan teknologi infra merah. Contohnya, komputer mini dengan menggunakan sinar infra merah dapat digunakan untuk mengukur kadar gula darah seseorang. Komputer secara otomatis mengirimkan hasil analisanya kepada pompa insulin yang terpasang pada tubuh diabetisi yang kemudian menginjeksikan insulin dengan jumlah yang sesuai.

Penelitian juga difokuskan untuk mentransplantasikan pankreas sehat atau sel beta penghasil insulin pada seseorang yang mengidap diabetes tipe I untuk menyediakan sumber alami insulin. Beberapa pasien yang telah menerima transplantasi pankreas telah mengalami perkembangan yang cukup baik pada kesehatannya. Namun demikian hasil positif, jangka panjang pada transplantasi sel-beta belum terjadi. Pada kedua tipe transplantasi penerima harus meminum obat-obatan yang menekan sistem kekebalan mereka sehingga tubuh tidak akan menolak pankreas baru mereka atau sel-beta baru mereka. Obat-obatan ini dapat menyebabkan efek yang membahayakan jiwa karena tubuh pasien tidak lagi dapat melindungi dirinya dari zat-zat berbahaya lainnya. Pada sebagian besar orang yang mengidap diabetes, obat-obatan ini mendatangkan resiko yang lebih besar pada kesehatan dari pada hidup dengan diabetes. Para ahli juga mempelajari perkembangan pankreas tiruan dan jalan untuk memanipulasi secara genetik sel-sel yang tidak memproduksi insulin menjadi memproduksi insulin.

Perkembangan lain termasuk obat-obatan baru yang mengendalikan gula darah. Pada April 2000 FDA (Food and Drugs Administration) menyetujui glargine, sebuah obat insulin yang hanya perlu diinjeksikan sekali sehari. Dijual dengan merk dagang Lantus, obat ini dapat digunakan oleh penderita diabetes tipe I seperti halnya penderita diabetes tipe II yang memerlukan suntikan insulin. Sejumlah obat-obatan telah dikembangkan untuk menolong orang yang mengidap diabetes tipe II. Contohnya termasuk acarbose, (dijual dengan merk dagang Precose), yang mengendalikan kadar gula dalam darah dengan memperlambat pencernaan karbohidrat, dan metformin (dijual dengan merk dagang Glucophage), yang mengendalikan produksi gula oleh liver, menyebabkan berkurangnya berat badan, dan mengurangi kolesterol total. Pada tahun 2000 FDA menarik obat troglitazone (dijual dengan merk dagang Rezulin) dari pasar. Walaupun obat ini dapat mengembangkan kemampuan tubuh untuk menggunakan glukosa, obat ini juga menimbulkan keracunan pada liver.

Pada tahun 2006, FDA menyetujui suatu bentuk insulin yang dapat dihirup. Para dokter telah memahami bahwa beberapa penderita diabetes tergantung insulin tidak dapat mengkonsumsi obat sesering yang dibutuhkan karena kerepotan dari cara menyuntik. Para dokter berharap bentuk insulin hirup dapat lebih memenuhi kebutuhan pasien.

No comments:

Post a Comment